Thursday, December 4, 2008

Belajar dari Alam

Pojok desa pemuda kampung


Sore itu dalam perjalananku dari Jombang menuju Surabaya, masih teringat jelas dalam benakku obrolanku siang tadi dengan beberapa orang di kampong halamanku. Angin yang kencang menerpaku tak begitu aku rasa dalam balutan jaket dan helm diatas motorku, “Mas jika ada pekerjaan tolong dong ajak aku”, salah satu karip mengharap, sementara beberapa yang lain menyahuti dengan nada sedikit lemas, “ usaha opo yo sing iso dilakoni kanggo nguripi keluarga nduk kondisi sing koyok ngene?, ada juga yang mengeluh karena upah yang diterima tidak cukup mengimbangi kenaikan harga dan kebutuhan keluarga (yang aku tahu pasti masih dalam bingkai KEBUTUHAN POKOK SAJA). Aku tak segera dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ataupun menanggapi ungkapan yang terucap dari mereka. Bukan sebuah pekerjaan mudah memberikan solusi bagi mereka ditengah kondisi perekonomian keluargaku yang juga tidak bias dikatakan lapang (meski aku selalu bersyukur pada Tuhan atas rizky yang diberikan selama ini), Pernah aku memberikan modal 1 Juta rupiah pada salah satu tetangga untuk usaha keripik usus, ternyata bias berjalan dan lumayan bias membantu perekonomiannya bahkan bisa dirasakan orang lain yang terlibat (tukang goreng dan jasa penjualan), dalam benakku andai orang-orang yang selama ini menghambur-hamburkan uang di diskotik, atau untuk urusan politik yang sering kali gak jelas menyisihkan sedikit bagi mereka, alangkah luar bisa efeknya, toh tidak tidak banyak yang mereka minta, acapkali semalam yang hanya beberapa jam mereka menghabiskan uang puluhan juta, untuk mabuk dan main perempuan saja , atau ratusan juta habis untuk menyewa event organizer untuk memperbaiki citra demi nama baik yang semu.

Dalam pikiran selama perjalananku, terlintas dongeng nenekku tentang sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawi, tiada kekurangan sandang,pangan dan papan bagi rakyatnya. Negeri yang dipimpin oleh raja yang bijaksana dengan pembantu-pembantunya yang jujur dan melayani. Dinasti yang begitu sejuk melindungi akhirnya luluh lantak oleh keserakahan putra mahkota yang menggantikannya, terlena oleh buaian keserbaadaan dan manis madu sanjungan menjadikanya sosok lemah jiwa dan nurani, mabuk kuasa, buta kondisi. Pejabat tanpa pengawasan yang hanya memberikan laporan palsu telah berubah menjadi serigala bagi rakyat, mencabik hak dan memperdaya bagi kepentingan pribadi, memanipulasi citra dihadapan raja bak pendeta, sungguh menyedihkan.

Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, membasahi apa saja yang ada di bumi termasuk aku dan motorku. Aku nikmati saja guyurannya, kuanggap sebagai nikmat Tuhan dari langit, bukankah malaikat membagi rizky-Nya salah satunya melalui butir-butir air hujan, kupacu motorku biasa saja. Terlintas kejadian kebakaran mobil sehabis mengisi BBM di sebuah SPBU di jalan A.Yani Surabaya yang kebetulan sempat diabadikan seorang teman, kadang kita tidak menjadi waspada menjaga dan memelihara kenikmatan dan anugerah Illahi yang telah diberikan-Nya, sehingga keteledoran ataupun ketidaksengajaan yang telah kita perbuat dapat berakibat terbakarnya kendaraan kehidupan yang kita dapatkan dengan penuh perjuangan, belum termasuk efeknya terhadap penumpang dan orang yang yang ada disekitar kita. Kita kerap berulah bak anak kecil yang bermain pasir dipantai, susah payah membangun istana dari pasir ketika pulang dengan terbahak dirusak kembali.

Mendekati gerbang Surabaya di bundaran waru, hujan berhenti bahkan jalanan kering tak tersentuh hujan, Takjubku akan kuasa Tuhan kembali menguat, seperti itulah Dia membagi nikmat karunia-Nya kepada makhluk tanpa ada yang kuasa mencegah atau memprotesnya. Tidak adilkah? Menurutku malah sebaliknya, tidak akan ramai dunia jika semua telah tercukupi, tak cerdas manusia jika tanpa berusaha telah tersedia segala kebutuhan, tiada berbeda kemuliaan manusia jika tiada melewati lorong ujian, bukankah demikian?. Perjalanan kerumahku semakin mendekat, dalam benakku terlintas; marilah kita tetap semangat memperjuangkan apa yang telah menjadi asa kita kawan, karena tidak semua jalan itu buntu, tidak selalu derita itu tak berujung, bukankah justru kebahagiaan menjadi bernilai ketika lara menjadi tangga penggapainya? Bukankah hujan begitu terasa nikmat ketika kemarau panjang telah mampu kita lewati? Semoga doa-doa kita tetap menjadi hiasan hati yang akan terkabul kita memang telah usai ujian-Nya bagi kita.

Bel rumah aku bunyikan, tak terasa jam 10 malam telah lewat, teriakan lantang anak perempuanku yang disertai tawa manja menghapus semua lelah dan dingin yang menempel ditubuhku, senyum istriku menimbulkan syukur betapa aku dikaruniai keluarga yang luar biasa menyejukkan, semoga aku mampu menjaganya dan esok menjadi lebih baik bagi kita semua. Aamiin.