Wednesday, September 24, 2008

Regenerasi kepemimpinan, Regenerasi perubahan

Dari sebuah inspirasi yang muncul setelah beberapa lama berada pada arah dan perjalanan sejarah politik. Kegelisahan akan peta perjuangan dan tujuan akhir dari sebuah proses perjuangan, mengajak kita untuk merenungkan beberapa hal tentang gerakan rakyat, arah dan tujuannya serta kepemimpinan kaum muda.

Diawali dari kata seorang kawan, menjadi seorang aktivis adalah sebuah “hidayah”. Satu kata yang mampu menjadi ilham bagi kita, orang-orang yang tersesat dalam dunia politik gerakan. Menerima “hidayah” berarti menerima “berkah”. Berkah yang dimaksud adalah berkah kesadaran akan sebuah makna ketertindasan dan kesejahteraan rakyat . Rakyatlah yang kemudian menjadi alasan klasik bagi kita dalam berjuang untuk mensejahterakan dan memberikan kesadaran tentang posisinya terhadap Negara dan Republik ini.
Satu lagi seorang kawan juga memberikan pendapatnya, menjadi aktivis sekarang ini bagi dia adalah seperti mendapatkan “kutukan”. “Kutukan” yang melekat dan tidak akan pernah hilang sampai kemudian kita mati. Sebuah pendapat yang menurut sebagian orang konyol tetapi juga masuk akal karena ketika seseorang sudah kenal dengan Ideologi dan Politik. Maka bisa tidak mungkin dia akan mempertahankan sampai mati.

Tetapi sebenarnya arah dan perjuangan politik seperti apa yang kemudian kita cari dalam konteks politik Indonesia? Seperti kata politik itu sendiri, menurut teori klasik Aristoteles adalah usaha yang ditempuh warga Negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Kebaikan untuk siapa? Kelompok politik yang sama? Atau ideologi yang sama? Atau kebaikan bangsa?

Mundur dalam sebuah hitungan. Soekarno dan Hatta serta beberapa pemuda progresif revolusioner dan tokoh-tokoh politik Indonesia lainnya pada tahun 1945 bersatu melakukan perubahan, lepas dari jajahan imperialisme asing merupakan kebutuhan bersama dari seluruh komponen bangsa Indonesia. Revolusi kemerdekaan yang merupakan bagian dari proses perjuangan akhirnya berada di ujung jalan, setelah ratusan tahun berada dalam genggaman imperialisme asing. Tetapi fakta perjalanan sejarah menunjukan bahwa hancurnya Nagasaki dan Hiroshima menjadi momentum utama dari semua komponen bangsa ini untuk segera merapatkan barisan, menemukan titik dimana kita dapat segera berteriak merdeka.

Berbagai komponen bangsa dari mulai aliran politik yang berbeda, suku, agama, profesi, tua, muda bahkan modalpun digunakan untuk mendukung proses kemerdekaan itu. Sebuah proses yang radikal dengan momentum yang tepat. Segala kepentingan golongan harus dimuarakan pada satu titik kemerdekaan. Menjadi pertanyaan penting bagi kita, dasar apakah yang menjadi pondasi untuk persatuan aliran politik rakyat selain momentum dan kesempatan untuk merdeka?

Dipicu keinginan bersama yang muncul dari hati nurani dan keiklasan untuk melepas baju ideology politik serta semangat untuk maju sebagai sebuah bangsalah yang menjadi dasar bangkitnya gerakan kemerdekaan.
Setelah proses awal kemerdekaan berlangsung maka yang terjadi dalam sejarah Indonesia adalah penyatuan gerak dan langkah dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. System politik dibangun, system yang lahir dari berbagai macam aliran, dari mulai komunis hingga islam fundamental. Bukan hanya system politik tetapi juga dasar negara yang mampu menjadi pemersatu bangsa untuk bangkit mengisi dan mempertahankan kemerdekaan dari intervensi asing yang tidak mau melepaskan Indonesia.

Soekarno sebagai pemimpin besar revolusi yang muncul sebagai keterwakilan kaum muda harus mampu menjawab tantangan bangsa untuk mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dengan sebuah dasar yang berdiri dan dapat diterima diatas semua golongan. Kemudian lahirlah Pancasila sebagai dasar Negara kita. Dasar Negara yang awalnya hanya sebagai alat pemersatu kemudian berganti menjadi dasar dalam memimpin proses mengisi kemerdekan.

Sejarah terus berjalan, sampai kemelut kemelaratan melanda bangsa Indonesia yang pada akhirnya menjatuhkan Soekarno sebagai pucuk pimpinan Republik ini. Kemelut yang terjadi karena gaya kepemimpinan politik yang konservatif, serta keinginan untuk menjadi presiden seumur hidup menyebabkan Soekarno harus rela melepas predikat sebagai Presiden. Sekali lagi kaum muda dipakai dalam pertarungan politik dan berhasil melakukan perubahan besar dalam kepemimpinan nasional. Beralihnya kepemimpinan besar dari sebuah orde yang disebut sebagai orde lama menuju sebuah orde yang disebut sebagai orde baru. Tetapi sangat disayangkan, perjuangan kaum muda yang muncul dari dasar hati untuk melakukan perubahan menuju yang lebih baik harus tercoreng dengan permainan politik keji penguasa.

Soeharto yang mengecap manisnya kekuasaan menerapkan system otoritarian untuk membungkam gerakan kaum muda yang hadir ditengah-tengah rakyat lewat organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa maupun organisasi sector rakyat. Tetapi kembali sejarah menunjukkan perlawanan rakyat yang dipimpin oleh kaum muda seperti kasus advokasi tanah petani, kasus advokasi buruh dan berbagai kasus politik, HAM dan Demokrasi menunjukkan sebuah signifikasi dari sebuah proses perjuangan yang tiada henti dan konsisten.

Hasilnya, di akhir abad 19 tepatnya tahun 1998, kaum muda kembali menorehkan sejarah perubahan bangsa. Mundurnya pemimpin besar otoriter terjadi karena perjuangan yang panjang dan berdarah dari kaum muda. Keinginan untuk lepas dari keterpurukan ekonomi menyebabkan kaum muda bersatu untuk melakukan perubahan walaupun harus dihadapkan pada moncong senapan. Satu orde tercipta kembali, orde reformasi. Sekali lagi menjadi pertanyaan besar buat kita, apa dasar yang menjadi pendorong utama kebangkitan kaum muda dalam mewujudkan perubahan?

Pada saat ini hakekatnya kaum muda merupakan pewaris Republik ini. Perjuangan social, politik, ekonomi, dan budaya semua didorong oleh semangat perubahan. Tetapi perubahan yang dimaksud juga harus berbicara tentang perubahan kepemimpinan. Kaum muda harus berani menunjukan sikap peduli terhadap kondisi bangsa, dan juga harus berani mengambil kesempatan pada momentum kepemimpinan seperti saat terjadi momentum kemerdekaan. Tanpa sebuah kepemimpinan maka kaum muda akan menjadi korban dari perubahan yang dilakukannya sendiri.

Jika dipandang dari esensi kepemimpinan itu, maka persoalannya bukan terletak pada umur: tua atau muda. Seorang tokoh tua mungkin telah banyak pengalaman dan teruji dalam praktek, tapi integritasnya boleh jadi telah luntur dan akibatnya masyarakat hilang kepercayaan. Jejak yang panjang dalam berbagai posisi dan jabatan tidak berbuah kemajuan, tapi merupakan diskredit dan defisit kepercayaan. Jika seorang tokoh senior macam itu memaksakan diri untuk berkuasa, maka ia mengkhianati esensi kepemimpinan.
Sebaliknya, seorang tokoh muda wajar saja bila miskin pengalaman dan kapasitasnya diragukan. Namun, masyarakat bisa melihat integritas tokoh muda yang tinggi dalam beberapa amanat yang pernah dijalankannya. Dari situ terbangun kepercayaan baru, dan harapan bahwa perubahan bisa dilakukan, jika saja tokoh muda itu diberi kesempatan lebih luas untuk memimpin. Maka, tokoh muda bisa mengalami tingkat kepercayaan di tengah keterbatasan dirinya. Selain sebagai regenerasi kepemimpinan, kaum muda juga harus punya peran dalam regenerasi perubahan

Dalam konteks kekinian, bisa kita lihat dan nilai bersama bahwa bangsa ini mengalami proses kemunduran dalam pasrtisipasi politik rakyat. Proses kemunduran yang saya maksudkan adalah jumlah pemilih dalam pemilihan umum tingkat nasional atau pemilu di tingkat daerah mengalami peningkatan jumlah golput yang cukup tinggi. Selain karena kesadaran politik yang tinggi ditingkat rakyat, yang mampu menganalisa pemimpin-pemimpin yang dipilih dalam pemilu. Rakyat tidak mendapatkan pilihan yang cukup baik dalam memilih pemimpin-pemimpin masa depan Indonesia. Rakyat semakin mampu memilih siapa yang akan menjadi wakilnya atau pemimpinnya dalam setiap pergantian kepemimpinan. Oleh karenanya kaum muda yang berkeyakinan untuk mampu menjadi seorang pemimpin bangsa ini, haruslah menawarkan sebuah program yang bersifat perubahan secara besar yang menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia.

Mengacu pada sejarah berdirinya Republik ini, persatuan aliran dan golongan untuk kepentingan bangsa menjadi kebutuhan yang mendesak yang harus segera dilakukan saat ini. Kaum muda harus menciptakan inovasi dalam strategi pembangunan bangsa secara bersama-sama untuk kesejahteraan rakyat. Maka untuk itu perlu adanya penyatuan-penyatuan antar golongan kaum muda yang progresif dengan sebuah dasar yang tepat dan konsisten untuk dilaksanakan. Penyatuan tersebut harus membuka ruang yang lebar untuk proses dialog antara rakyat dengan pemimpin muda secara terus menerus, sehingga tercipta pemimpin yang mempunyai karakter yang mampu untuk didengarkan, tetapi lebih penting adalah mampu menyediakan hati, telinga, dan pikiran untuk mendengarkan kepentingan rakyat.

Tetapi tidaklah mudah bagi kaum muda untuk melakukan perubahan yang berujung pada pergantian kepemimpinan. Kelompok-kelompok lama yang telah berkuasa dan mempertahankan system lama untuk kepentingan mereka selalu berlindung pada produk-produk hukum dan politik yang mereka buat sendiri. Oleh karena itu, kaum muda harus membangun partisipasi politik yang tinggi di antara kelompoknya untuk memperkuat barisan dan mengambil semua momentum yang berhubungan langsung dengan partisipasi rakyat dalam membangun Negara Republik Indonesia. Sekali lagi bahwa penting untuk dilakasanakan sebagai agenda bersama Kaum Muda Indonesia adalah terciptanya kerja bersama, yang berujung pada pembangunan kekuatan bersama yang berdasarkan atas sebuah keinginan untuk melakukan konsolidasi demokrasi sebagai pilar perubahan menuju Indonesia yang SEJAHTERA.


Surabaya, 22 agustus 2008.
Roni Agustinus, sekber KD JATIM

No comments: