Wednesday, March 7, 2012

Aku di Negeri Tak Risau

Bermain air sungai di bawah rumpun pohon bambu terasa begitu nikmat dan membuat terlena. Bunyi cipratan air akibat tingkah polah anak-anak kecil mandi, semilir angin yang membelai ujung daun, bau harum dari ikan dan udang sungai yang dibakar dengan bumbu alakadarnya serta segarnya air kelapa muda seakan menjadi rangkaian penyempurna suasana.Untuk beberapa saat terasa seakan berada di sebuah negeri yang tiada hal yang perlu dirisaukan,tiada terbersit rasa kuatir di wajah anak-anak itu, tiada tergores kepedihan diantara tawa permainan tersebut, entah setelah usai.

Kakiku berat untuk meninggalkan tempat itu, telah terbayang carut marut tata sosial dan pemerintahan, teringat kepedihan di hampir setiap sendi kehidupan di negeri yang katanya dulu makmur ini.Terkikis parah nilai-nilai mulia yang dulu diagungkan : tentang toleransi, gotong royong, saling menolong, tidak pamer bergaya hidup mewah,dan lain-lainnya. Tata nilai dasar (Iman/agama) acap dipake sebagai legitimasi kepentingan pribadi ato kelompok, merampas , menjarah dan menindas seakan biasa dan sah untuk dilakukan, aparat diam bahkan kadang memainkan suasana dan pelaku, keamanan dan ketenangan menjadi mahal dan diperdagangkan, banyak muncul hukup berdasar persepsi sendiri, hajar, bakar menjadi biasa dikala maling ato penjahat kelas teri tertangkap, yaa......aa mungkin sebagai ekspresi kesal atas penjahat kelas kakap yang hanya sekejap merasakan bui bahkan tak jarang yang mendapat vonis bebas. Meski secara pribadi aku tak pernah setuju dengan sikap itu.

Sampai juga aku di Surabaya, minum kopi sekedar untuk menyegarkan badan. Terdengar gerutu pemilik warung dan beberapa pembelinya soal rencana pemerintah menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak - premium); berbagai argumen dan analisa semampunya mereka berdiskusi sedikit berdebat, namun satu hal yang kuat terasa sama : kecemasan akan beban tanggungan hidup yang akan semakin berat jelas terbayang pada mereka.Hemm.......mmmmm di kota semakin saja kental kerisauan itu.Disisi lain, lihatlah para elit politik sibuk meracik formula dan melatih jurus agar tampak bak malaikan penolong, bersih tampan secara citra tak bernoda, membungkus kebijakan busuk dang undand-undang pesanan, peraturan sarat kepentingan menyembunyikan kebenarannya dalam palung kebohongan. Sungguh rakyat tidaklah bodoh, mungkin kami tidak paham dan tahu rahasia dibalik kebijakan itu wahai para penguasa, tapi kami rakyat kecil tidaklah buta hati dan rasa, kami jelas merasakan aroma busuk dibalik itu semua, tak perlu kau buai kami dengan janji dan slogan manis, jangan kau adu kami dengan bantuan tunaimu.

Jauh hari penguasa telah menebarkan teror kepada rakyat dengan jargon : RENCANA KUDETA , kami rakyat negeri ini semakin sempit saja peluang untuk mengekspresikan keresahan jika benar kebijakan itu diberlakukan. Kami tidaklah paham akan politik tingkat tinggi, kami tidak mau tahu pat gulipat antar kepentingan, kami tidak berhasrat merebut kekuasaan, kami pun tidaklah peduli akan kekuasaanmu dan hartamu selama itu tidak kau buat aniaya. Kami rakyat dengan keinginan sederhana, berlakulah sebagai mestinya pemerintah, karena kami pun setia dan taat berprilaku sebgai rakyat biasa, jangan salahkan kami jika angin kecil tiu suatu saat benar adanya menjadi badai.

aku lesu pulang kerumah, melihat senyum pada anak-anakku, dalam hatiku berdoa : Ya Tuhan selamatkanlah jiwa mereka, lindungi, kuatkan dan beri kesabaran pada mereka agar sanggup dan kukuh pada jalan yang benar, jalan yang Engkau ridhoi. Semoga anak-anakku beserta keinginannya bisa selaras dan lebur dengan alam semesta. Sungguh aku bermimpi hidup di negeri tak risau.